Indonesia Tidak Impor Beras, Faisal Basri Kecewa?

By Admin


nusakini.com - Menanggapi pernyataan ekonom Faisal Basri pada merdeka.com (23/1/2017), Dr. Ana Astrid Kepala Subbidang Data Sosial Ekonomi Kementerian Pertanian, menyatakan bahwa anggaran APBN Kementan tahun 2015 ke 2016 turun sebesar Rp 6 triliun dan 2016 ke 2017 turun sebesar Rp 5 triliun, anggaran 2017 itu Rp 22,1 triliun.

Alokasi subsidi pupuk sekitar Rp 31 triliun dan benih Rp 1,2 triliun itu relatif konstan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dan hasilnya telah berkontribusi pada produksi.

Ana menegaskan seluruh anggaran tersebut telah dimanfaatkan dengan fokus komoditas dan lokasi serta diberangi berbagai regulasi yang tepat sehingga berhasil meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani. Kerja nyata ini buktinya produksi padi 2016 sebesar 79,2 juta ton atau naik 4,96% dibandingkan tahun 2015. Produksi padi dua tahun terakhir naik 8,4 juta ton setara Rp 38,5 trlliun. Demikian juga produksi jagung meningkat.

"Terdapat peningkatan produksi pada 24 komoditas pertanian selama dua tahun terakhir memberi nilai tambah sebesar Rp 171 triliun. Kinerja produksi pangan inilah yang menjadi domain Kementerian Pertanian," tegas Ana di Jakarta, Rabu (25/1/2017).

Ana menuturkan pada tahun 2016 Indonesia tidak ada impor beras medium. Pemerintah tahun 2016 tidak mengeluarkan rekomendasi maupun ijin impor beras Bulog. Bahkan stock beras Bulog saat ini sekitar 1,7 juta ton cukup aman sampai tujuh bulan ke depan dan ditambah lagi kini memasuki panen raya padi yang berarti pangan cukup aman tanpa impor.

"Untuk diketahui impor beras medium pada awal tahun 2016 itu merupakan luncuran dari impor beras 2015. Jadi Indonesia kini sudah tidak impor beras, ya Saudara Faisal Basri jangan kecewa ya," ujar Ana.

Menurut Ana, Saudara Faisal Basri tentunya sangat paham bahwa kesejahteraan petani bukan hanya dilihat dari NTP dan NTUP. Selama Januari-Desember 2016 ini NTP sebesar 101,7 atau naik 0,18% dan NTUP sebesar 109,8 atau naik 2,47% dibandingkan 2015.

Indikator yang mencerminkan kesejahteraan petani juga dilihat data BPS bahwa penduduk miskin di perdesaan September 2016 sebanyak 17,28 juta jiwa turun 0,39 juta jiwa dibandingkan Maret 2016 sebanyak 17,67 juta jiwa turun 0,22 juta jiwa dibandingkan September 2015. Sebelumnya periode September 2015 jumlah penduduk miskin di perdesaan 17,89 juta jiwa turun 46 ribu dari 17,94 juta jiwa pada Maret 2015.

Indeks Gini Rasio di perdesaan Maret 2016 sebesar 0,327 menurun 0,007 poin dibanding rasio gini Maret 2015 sebesar 0,334 dan menurun 0,002 poin dibanding rasio September 2015 sebesar 0,329.

"Ini kan menunjukkan tingkat kesejahteraan meningkat dan ketimpangan pengeluaran penduduk di desa semakin kecil," lanjut Ana.

Ana menegaskan tidak mungkin Kementan bekerjasama dengan para pendukung impor dan mafianya. Juga tidak betul Kementan menawari proyek-proyek, bahkan kalaupun ada proposal dari mereka pun pasti akan ditolak. Untuk diketahui saat ini di Kementan terdapat Satgas KPK, Polri dan Kejagung dan hasilnya para pengoplos dan mafia pupuk, mafia beras, sudah ditangkap dan diproses hukum.

"Kami turut berdoa semoga Saudara Faisal Basri di usia senja ini, selaku Mantan Ketua Tim Pemberantasan Mafia Migas dengan gaji dari negara, ya tolong tuntaskan berantas mafia migas dong," ujar Ana.

"Sebaliknya, kami malah mengapresiasi kepada pengamat seperti Prof Tjipta Lesmana, Prof Bustanul Arifin, Prof Hermanto Siregar, Dr Hendri Satrio dan lainnya yang menjaga integritas, konstruktif dan fair dalam menyampaikan pendapatnya," pungkasnya.(p/mk)